Suasana menyambut malam Lailatul Qadar
Selasa, 4 Mei 2021 di masjid An Nur Kuduk-kuduk. (Foto: Permudaku)
Permudaku - Mamalemman berasal dari bahasa Bawean, sebutan dari malam Lailatul Qadar yang dikenal di dusun Kuduk-kuduk sejak dahulu dan sampai saat ini. Kata "Mamalemman" di artikan pada malam likuran di bulan Ramadhan yaitu salekor (selikur), tellolekor (tigalikur) dan seterusnya.
Arti sebenarnya dari mamalemman mengacu pada tradisi yang dilaksanakan masyarakat didaerah kami (Kuduk-kuduk) dalam menyambut malam ke-21, 23, 25 dan seterusnya di bulan Ramadhan.
Dalam tradisi mamalemman yang ada di Dusun Kuduk-kuduk di laksanakan di masjid dan mushola dengan pembacaan solawat, barzanji, asrakalan dan doa bersama yang dipimpin oleh kiyai, setelah acara selesai dilanjutkan dengan makan bersama (kenduri).
Tradisi mamalemman dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas tibanya malam ganjil di bulan Ramadhan. Rasa syukur ini pantas diwujudkan dalam sebuah ritual karena di malam ganjil Ramadhan ada kehadiran Lailatul Qadar yang sangat dinantikan oleh semua muslim yang berpuasa.
Lailatul Qadar merupakan malam yang dijanjikan sebagai malam yang lebih baik nilainya daripada 1000 bulan atau lebih dari 83 tahun jika diisi dengan ibadah kepada Allah SWT dan tibanya Lailatul Qadar ini ada pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Dengan Mamalemman yang diisi dengan dzikir dan doa-doa tersebut, diharapkan semua umat Islam yang berpuasa dapat menemui malam Lailatul Qadar tersebut, mengisinya dengan memperbanyak ibadah berupa dzikir-dzikir, membaca Al Qur'an, berdoa mohon ampunan dan rahmat sehingga terpilih menjadi muslim yang berhak untuk mendapatkan keutamaannya yaitu kebaikan melebihi seribu bulan.
Dan malam ini adalah malam ke-23 Ramadhan, warga Dusun Kuduk-kuduk melaksanakan mamalemman di masjid An Nur. Dengan pembacaan barzanji secara bergantian dan dilanjutkan dengan Asrakalan. Pencarian sebuah malam yang lebih baik daripada 1000 bulan sudah dimulai, semoga kita semua akan jadi pemenang didalamnya.